Jakarta (31/10) – Perusahaan pengembang properti PT Intiland Development Tbk (Intiland;DILD) melaporkan hasil kinerja keuangan untuk periode sembilan bulan tahun 2018. Berdasarkan laporan keuangan konsolidasian untuk periode yang berakhir 30 September 2018, Perseroan membukukan pendapatan usaha sebesar Rp2,4 triliun, atau meningkat 40 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2017 sebesar Rp1,7 triliun.
Direktur Pengelolaan Modal dan Investasi Intiland Archied Noto Pradono menjelaskan peningkatan pendapatan usaha salah satunya ditopang oleh adanya pengakuan dari penjualan tanah yang masuk kategori bukan bisnis inti. Penjualan tanah ini tercatat di segmen pengembangan kawasan perumahan. Kontributor lainnya pada segmen ini antara lain berasal dari sejumlah proyek perumahan seperti Serenia Hills Jakarta, Graha Famili dan Graha Natura Surabaya, Talaga Bestari dan Magnolia Residence di Tangerang.
“Pengembangan kawasan perumahan mampu memberikan kontribusi Rp1,2 trilun atau sekitar 50 persen dari keseluruhan pendapatan usaha. Kalau dibandingkan tahun lalu, pendapatan usaha di segmen ini naik 255 persen,” ungkap Archied.
Segmen pengembangan mixed-use & high rise mencatatkan kontribusi pendapatan usaha sebesar Rp729,1 miliar atau 30 persen dari keseluruhan. Sementara dari segmen pengembangan kawasan industri yang berasal dari penjualan lahan di Ngoro Industrial Park di Mojokerto, perseroan memperoleh pendapatan usaha sebesar Rp54,7 miliar, atau dua persen dari keseluruhan.
Segmen properti investasi perseroan yang merupakan sumber pendapatan berkelanjutan (recurring income) mencatatkan kontribusi pendapatan usaha sebesar Rp430,6 miliar atau 18 persen dari keseluruhan. Nilai pendapatan ini meningkat 24,5 persen dari pencapaian pada periode sembilan bulan tahun 2017 sebesar Rp345,9 miliar.
Archied menjelaskan meningkatnya pendapatan dari segmen properti investasi terutama ditopang oleh naiknya pendapatan sewa ruang perkantoran, seperti South Quarter dan Intiland Tower. Selain dari penyewaan ruang perkantoran, pendapatan dari segmen inipenyewaan ruang ritel, pergudangan, serta pengelolaan klub olahraga dan lapangan golf.
“Recurring income sebagian besar bersumber dari pengelolaan sarana dan prasarana, perkantoran, dan kawasan industri,” ujarnya lebih lanjut.
Ditinjau berdasarkan tipe sumber pendapatan usahanya, pendapatan pengembangan (development income) memberikan kontribusiRp2 triliun atau mencapai 82 persen dari keseluruhan. Sisanya berasal dari segmen recurring income yang tercatat sebesar Rp430,6 miliar atau memberikan kontribusi sekitar 18 persen.
“Secara keseluruhan kinerja pendapatan usaha tahun ini lebih baik dibandingkan dengan tahun lalu. Banyak proyek yang masuk tahap penyelesaian, sehingga hasil penjualan bisa sepenuhnya dibukukan sebagai pendapatan,” kata Archied menjelaskan.
Meskipun pendapatan usaha meningkat, namun kinerja profitabilitas perseroan di sembilan bulan 2018 mengalami tren penurunan. Perseroan mencatatkan perolehan laba kotor sebesar Rp719 miliar atau meningkat tipis dibandingkan periode yang sama tahun 2017 yang mencapai Rp706 miliar.
Perseroan membukukan laba usaha sebesar Rp202,1 miliar atau turun 20,6 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Laba bersih perseroan tercatat mencapai Rp123 miliar, atau mengalami penurunan sebesar 47 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencapai Rp233 miliar.
“Laba bersih turun terutama karena meningkatnya beban bunga pinjaman untuk modal kerja penyelesaian konstruksi proyek-proyek. Faktor lainnya karena adanya penurunan margin laba kotor yang disebabkan adanya penjualan non-core asset dan meningkatnya beban penjualan,” jelas Archied.
Kinerja Penjualan
Perseroan memproyeksikan kondisi pasar properti hingga akhir tahun ini belum banyak berubah dan belum sepenuhnya pulih. Kondisi tersebut akan menyebabkan kinerja penjualan masih akan tertekan seiring dengan belum pulihnya minat beli dan investasi properti para konsumen.
Dari sisi kinerja penjualan, perseroan sampai sembilan bulan 2018 berhasil membukukan nilai marketing sales sebesar Rp1,6 triliun atau 46 persen dari target tahun ini. Perolehan tersebut lebih rendah 40 persen dibandingkan perolehan marketing sales per 30 September 2017 yang mencapai Rp2,7 triliun.
Archied menjelaskan bahwa penurunan kinerja penjualan tersebut salah satunya lebih disebabkan oleh melemahnya minat beli konsumen yang masih cenderung bersikap wait and see. Faktor penyebab berikutnya yakni belum adanya peluncuran proyek baru selama sembilan bulan tahun ini.
Segmen pengembangan mixed-use dan high rise tercatat masih memberikan kontribusi marketing sales terbesar senilai Rp1,1 triliun, atau 71 persen dari keseluruhan. Segmen pengembangan kawasan perumahan menjadi kontributor marketing sales terbesar kedua yang mencapai Rp405 miliar atau 26 persen dari keseluruhan. Penjualan terbesar di segmen ini berasal dari proyek Graha Natura di Surabaya dan Serenia Hills Jakarta.
Segmen pengembangan kawasan industri membukukan nilai marketing sales Rp45 miliar atau tiga persen dari keseluruhan. Kontribusi tersebut berasal dari penjualan lahan industri di Ngoro Industrial Park Mojokerto, Jawa Timur.
Menurut Archied, ditinjau dari lokasi pengembangannya, kontribusi marketing sales terbesar berasal dari proyek-proyek di Jakarta dan sekitarnya yang mencapai RpRp1,2 triliun atau 80 persen. Sementara sisanya berasal dari penjualan proyek-proyek di Surabaya yang mencapai Rp319 miliar atau 20 persen dari keseluruhan.
Perseroan terus mencermati setiap tren perkembangan dan perubahan pasar. Perubahan minat beli konsumen, tren investasi, dan perkembangan kebijakan pemerintah, menjadi faktor-faktor yang akan mempengaruhi perkembangan pasar properti tahun depan.
Manajemen Intiland berharap kepercayaan pasar kepada sektor properti bisa segera pulih. Stabilitas kondisi makro ekonomi, tren penurunan suku bunga, dan relaksasi peraturan perpajakan serta penetapan peraturan kepemilikan properti bagi warga negara asing diharapkan mampu menjadi katalis bagi pasar untuk kembali berinvestasi di sektor properti. ***
– Selesai –
Tentang Intiland
Intiland adalah pengembang properti terkemuka di Indonesia dengan pengalaman lebih dari 45 tahun. Mencatatkan saham di Bursa Efek Indonesia sejak 1991, Intiland dikenal sebagai inovator dan penggagas tren di industri properti Indonesia. Dalam beberapa tahun, Intiland mengembangkan banyak gedung yang menjadi ikon nasional, melalui Intiland Tower dua gedung kebanggaan di Jakarta dan Surabaya yang dirancang oleh Paul Rudolph dan The Regatta, kondominium tepi pantai yang mewah di Pluit, Jakarta Utara yang dirancang oleh Tom Wright (perancang Burj Al Arab). Pengembangan kawasan pemukiman utama di Surabaya, Graha Famili telah menjadi salah satu kawasan perumahan paling prestisius. Saat ini, Intiland memiliki portofolio produk properti beragam, termasuk kawasan pemukiman, gedung perkantoran, apartemen, pengelolaan gedung, kawasan industri, serta pengelolaan sarana olah raga dan golf. Selain sukses membangun sejumlah proyek prestisius, Intiland juga pro-aktif dalam upaya pengembangan industri dan komitmen sosial. Perseroan saat ini merupakan salah satu corporate founder dari Green Building Council Indonesia serta menjalankan program Intiland Teduh untuk membantu masyarakat berpendapatan rendah memiliki hunian yang layak. Intiland telah menjadi pengembang properti dengan konsep gaya hidup yang terkemuka.